Selasa, 02 April 2013

DEDUKTIF DAN INDUKTIF



PENALARAN DEDUKTIF

Penalaran Deduktif, yaitu adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.

Macam-Macam Silogisme di dalam Penalaran Deduktif:
Di dalam penalaran deduktif terdapat entimen macam silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif dan silogisme entimen.

1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Silogisme kategorial terjadi dari tiga proposisi, yaitu:
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus :Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.

Contoh:
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA

My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal

My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa


2. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.

Contoh :
My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn : Air tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan kehausan.

My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Makhluk hidup itu mati.
K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.

3. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

Contoh
My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn : Nenek Sumi berada di Bandung.
K : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn : Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
K : Jadi, Nenek Sumi berada di Bandung.

4. Silogisme Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.

Contoh:
- Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
- Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

Namun silogisme kategorial dapat dibedakan menjadi dua saja, yaitu silogisme kategorial dan silogisme tersusun. Dimana silogisme tersusun terbagi lagi menjadi tiga kategorial yaitu:

a. Epikherema
Epikherema adalah jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun poembuktian keberadaannya.

Contoh:
Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan Mahmud Badaruddin itu mulia.

b. Entimem
Silogisme ini merupakan jenis silogisme yang sama dengan pada penjelasan di atas.

c. Sorites.
Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaraan yang bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikat premis pertama menjadi subyek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis ketiga, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subyek premis pertama dan predikat premis terakhir.

Pola yang digunakan sebagai berikut:

S 1…………………………………………P1

S2 …………………………………………P2

S3……………………….…………………P3, dst.


Kesimpulan: S1 ……………………………P3



PENALARAN INDUKTIF

    Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi. Penalaran undiktif merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat.

Contoh penalaran induktif:

   Suatu lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kematian. Antara tanggal 1 Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki yang berumur antara 50 sampai 69 tahun. Kepada mereka dikemukakan pertanyaa-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa sekarang. Selanjutnyakeadaan mereka diikuti terus menerus selama 44 bulan. Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiaannya, diperoleh data bahwa diantara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan kanker.

   Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi (baik pada yang merokok maupun tidak) ternyata angka kematian di kalangan penghisap rokok tetap jauh tinggi dari pada yang tidak pernah merokok, sedangkan jumlah kematian penghisap pipa dan cerutu tidak banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.

  Selanjutnya, dari data yang terkumpul itu terlihat adanya korelasi positif antara angka kematian dan jumlah rokok yang dihisap setiap hari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
    Dari bukti-bukti yang terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umur manusia. Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan itu ialah dengan tidak merokok sama sekali.
(disaring dari tulisan Roger W. Holmes dalam Mc Crimmon)

    Paparan di atas menggambarkan proses penalaran induktif. Proses itu dilakukan langkah demi langkah sampai pada kesimpulan.

GENERALISASI

    Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagaian dari gejala serupa. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut dengan generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.

Contoh:

•    Dicky adalah seorang polisi, dia berambut cepak.
•    Alfa adalah seorang polisi, dia berambut cepak.
Generalisasi: semua polisi berambut cepak

    Generalisasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, generalisasi tanpa loncatan induktif dan generalisasi dengan loncatan induktif.
   
1.    Generalisasi tanpa loncatan induktif:
Generalisasi tanpa loncatan induktif adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk
2.    Generalisasi Dengan Loncatan Induktif
Generalisasi Dengan Loncatan Induktif adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.

ANALOGI INDUKTIF

    Pada dasarnya analogi adalah perbandingan. Perbandingan selalu mengenai sekurang-kurangnya dua hal yang berlainan. Dari kedua hal yang berlainan itu dicari kesamaannya (bukan perbedaanya). Dari pengungkapannya, ada analogi sederhana serta mudah dipahami dan ada yang merupakan kias yang lebih sulit dipahami. Dari isinya, analogi dapat dibedakan sebagai analogi dekoratif dan analogi induktif.

  Analogi induktif merupakan analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua.. Di dalam proses analogi induktif kita menarik kesimpulan tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan ciri dengan sesuatu yang sudah dikenal. Kebenaran yang berlaku yang satu (lama) berlaku pula dengan yang lain (baru). Yang sangat penting dengan proses analogi induktf ialah bahwa persamaan yang digunakan sebagai dasar kesimpulan merupakan ciri utama (esensial) yang berhubungan erat dengan kesimpulan.

Contoh analogi induktif :

   Secara tidak sengaja Amara mengetahui bahwa pensil Stedler 4B nya menghasilkan gambar vignette yang memuaskan hatinya. Pensil itu sangat lunak dan menghasilkan garis-garis hitam dan tebal. Maka selama bertahun-tahun ia selalu memakai pensil itu untuk membuat vignet. Tetapi, ketika ia belibur di rumah nenek di sebuah kota kecamatan ia kehabisan pensil. Ia mencari di toko-toko di sepanjang satu-satunya jalan raya di kota itu. Dimana-mana tidak ada. Akhirnya dari pada tidak mencoret-coret ia memilih merk lain yang sama lunaknya dengan Stedler 4B. “Ini tentu akan menghasilkan vignet yang bagus juga”, putusnya meghibur diri.

   Paragraph diatas merupakan contoh dari analogi indukitif. Keputusan Amara merupakan kesimpulan berdasarkan persamaan sifat kedua merk pensil itu.



 HUBUNGAN KASUAL
Menurut hukum kausalitas semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjalin dalam rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu gejala atau kejadian yang muncul tanpa penyebab.

HIPOTESIS
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[1]
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.[2] Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.[2] Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.[2] Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.[2] Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[2]
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.[3]
Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.[3] Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[3]
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.[3] Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.[3] Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.[4]
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu.[3] Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.[3] Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.[4]



Hipotese dan Teori
Generalisasi dan hipotese memiliki sifat yang tumpang tindih, namun membedakan kedua istilah tersebut sangat perlu. Hipotese (hypo ‘di bawah’, tithenai ‘menempatkan’) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Dan sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Sedangkan hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang releven atau sejenis.